Biomassabiru.com, Jakarta – Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu selaku Chairman of ASEAN SOME (Senior Official Meeting on Energy) untuk ASEAN 2023 menyampaikan bahwa Integrasi Biofuel ke peta jalan energi terbarukan ASEAN jangka panjang diharapkan dapat memenuhi kesenjangan antara target pangsa energi terbarukan dan realisasinya.
Menurut data dari ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC), ASEAN, memiliki target untuk meningkatkan energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025, tetapi realisasi pemanfaatan EBT baru mencapai 14,4% dalam bauran total pasokan energi primer.
“Kami mendorong acara ini sebagai titik awal untuk diskusi mengenai pendekatan komprehensif dengan kolaborasi pemerintah dan non-pemerintah untuk memastikan biofuel memainkan peran penting dalam solusi energi terbarukan berkelanjutan jangka panjang untuk transisi energi kawasan ini. Kami terbuka terhadap rekomendasi dari semua pemangku kepentingan dan para ahli mengenai cara meningkatkan transisi energi, termasuk dari sektor biofuel,” ujar Jisman Hutajulu dalam seminar internasional berjudul “Integrating Biofuels as the Main Pillar of ASEAN Renewable Energy Development for a Resilient and Sustainable Just Energy Transition”, di Jakarta, Rabu (2/8/2023).
Jisman mengatakan, acara ini merupakan bagian dari event series untuk ASEAN Ministers on Energy Meeting (AMEM) ke-41. Menurutnya, penyelenggaraan acara ini sejalan dengan visi Indonesia sebagai Ketua ASEAN pada tahun 2023 yang berkomitmen untuk mempromosikan agenda penting di berbagai sektor, termasuk energi.
”Fokus utamanya adalah memajukan transisi energi berkelanjutan, memperkuat kemandirian energi, dan meningkatkan ketahanan energi di kawasan ini,” ungkapnya
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Yudo Dwinanda Priaadi menyampaikan peran penting biofuel dalam transisi energi, khususnya dalam dekarbonisasi transportasi dengan menyediakan solusi bahan bakar rendah karbon.
“Biofuel memainkan peran penting dalam transisi energi, khususnya di dekarbonisasi transportasi dengan menyediakan solusi rendah karbon untuk yang sudah ada teknologi, seperti kendaraan, kapal dan pesawat terbang,” ujar Yudo dikutip dalam siaran pers Kementerian ESDM, Rabu (2/8/2023) malam.
Yudo menyebut, perkembangan biofuel di Indonesia terus mengalami peningkatan. Program mandatori biodiesel yang mulai diimplementasikan pada 2008 dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5% saat ini prosentase campurannya terus bertambah secara bertahap hingga pada Februari 2023 Indonesia menerapkan B35 (35%) secara nasional.
Ia juga mengungkapkan, selain Indonesia menurut BP Statistical Review of World Energy, tahun 2022 beberapa negara ASEAN juga telah memberikan kontribusi signifikan untuk pasokan biofuel dunia.
“Berdasarkan BP Statistical Review of World Energy, tahun 2022, ASEAN memberikan kontribusi signifikan terhadap pasokan biofuel global dengan produksi Indonesia 174 ribu BOEPD sebagai negara penghasil BBN terbesar ketiga setelahnya AS dan Brasil. Sedangkan Thailand menghasilkan 52 ribu BOEPD,” ungkap Yudo.
Sementara itu, Ketua Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS), Darmin Nasution, menyatakan dukungannya terhadap agenda pemerintah negara-negara anggota ASEAN terkait transisi energi dan meminta tindak lanjut konkret dari forum ini.
“Kami sangat mendorong forum ini untuk merekomendasikan pembentukan “ASEANBiofuel Network” untuk diajukan secara resmi dalam Pertemuan Menteri Energi ASEAN ke-41 di Bali pada 24 Agustus 2023. Hal ini dapat menjadi wadah bagi pelaku pemerintahan dan non-pemerintahan untuk bekerja bersama dalam berbagai aspek pengembangan biofuel ASEAN, termasuk mempromosikan peluang bisnis, pertukaran pengetahuan, kolaborasi penelitian, dan banyak lainnya,” tuturnya.
Seminar ini mengangkat pentingnya Biofuel sebagai sumber energi alternatif yang penting untuk mencapai tujuan energi terbarukan di Indonesia dan ASEAN. Pengalaman luas di Indonesia, Malaysia, dan negara-negara ASEAN lainnya telah menunjukkan potensi biofuel dapat menjadi solusi berkelanjutan untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil sehingga dapat meningkatkan ketahanan energi dan mendukung pembangunan ekonomi.
Seminar ini melibatkan pembicara dari para pembuat kebijakan, pelaku bisnis, dan ahli internasional dari Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Australia. Acara juga menghadirkan interaksi dengan para investor, komunitas bisnis, lembaga pemikir internasional, akademisi, dan media.(*)