Kebutuhan Biomassa Co Firing Sampai Dengan 2025

Cofiring di PLTU Pangkalan Susu dengan Sekam Padi.(Foto: PLN EPI)

Biomassabiru, Jakarta – Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) berdasarkan Kesepakatan Paris (Paris Agreement), dengan mencanangkan pengembangan EBT hingga 23 persen sampai dengan tahun 2025.

Tantangan penyediaan energi nasional yang ditetapkan Pemerintah melalui Kementerian ESDM merumuskan penyediaan energi yang terjangkau, bersih dan ramah lingkungan, mengingat kondisi kelistrikan Indonesia saat ini yang memerlukan tambahan pasokan sebagai penggerak ekonomi nasional yang dicanangkan Pemerintah.

Seperti diketahui, penggunaan energi fosil saat ini masih sangat besar pada akhir 2022 yaitu sebesar 87 persen dari bauran energi nasional dengan rincian 65 %  batubara, 18 % gas dan 4 % BBM. Sedangkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) baru mencapai sekitar + 13 %.

PLN group sendiri telah mencanangkan program co-firing pada 52 lokasi PLTU dengan biomassa sebagai salah satu inisiatif strategis yang memegang peranan penting pada short term goal program untuk pencapaian bauran energi 23% di 2025 dan Net Zero Emission di 2060 dengan investasi yang minim karena memanfaatkan asset pembangkit yang ada.

Melalui PLN EPI, kebutuhan biomassa untuk PLN, khususnya untuk program co-firing PLTU yang mengganti sebagian penggunaan batubara dengan bahan bakar biomassa baru dicanangkan beberapa tahun terakhir. Persiapan dan uji coba dilakukan pada tahun 2019.

Implementasi pada tahun 2020 baru mencapai 6 lokasi PLTU dari 52 lokasi PLTU yang direncanakan dalam roadmap program co-firing. Menyusul implementasi di tahun 2021 dan hingga Desember 2022 terdapat total 36 lokasi yang telah melaksanakan implementasi.

Untuk skema Rantai Pasok Penyediaan Biomassa terbagi enjadi 3 kategori sumber biomassa yakni :

1. Industri Hutan tanaman energi (HTE) : Menggunakan sumber bahan baku yang berasal dari Hutan Tanaman Energi/Industri milik BUMN/Swasta dan Hutan Rakyat baik dengan tanaman energi sejenis seperti Kaliandra, Gamal, Akasia, Lamtoro dan lain-lain maupun sistem penanaman tumpang sari dengan jenis tanaman lainnya.

2. Forestry and agriculture by product dengan menjadi agregator untuk mengumpulkan produk sampingan pertanian/perkebunan/perhutanan dan industri.  

3.  Residual waste product : Bekerja sama dengan BUMN atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk mengembangkan pabrik pengolahan Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) pada TPS/TPA yang lokasinya berdekatan dengan PLTU.(*)

Sumber : PLN EPI

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *