Target Zero Emission Tahun 2060, Indonesia Siap Jadi Pusat Energi Biomassa Dunia

Pabrik Wood Chip PT. Mentari Biru Energi di Desa Air Duren, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepualaun Bangka Belitung.

Biomassabiru.com, Bangka Belitung – Energi biomassa yang tersedia di Indonesia cukup banyak, dan bisa dihasilkan dari beragam sumber, mulai dari kayu, limbah kebun kelapa sawit, padi, jagung, singkong, dan tebu. Indonesia berpotensi menghasilkan sampai 32,6 ribu megawatt listrik tanpa karbon.

Target zero emission tahun 2060 tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk mencapainya, pemerintah terus mendorong transformasi pada dua sektor pokok, yakni energi dan sektor kehutanan serta tata guna lahan alias forestry and land use (FoLU). Selama ini, sektor energi dan FOLU itu adalah penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca (GRK), yang di dalamnya termasuk emisi karbon. Emisi GRK selama dua abad era industri ini telah membuahkan fenomena baru perubahan iklim.

Dalam situasi ini, justru kolaborasi antara usaha sektor FOLU dan energi bisa menawarkan mitigasi perubahan iklim dengan memangkas emisi karbon. Sektor kehutanan dapat memproduksi biomassa secara berulang dan lestari untuk dipakai sebagai sumber energi listrik yang berkelanjutan. Produk biomassa dari kawasan hutan dapat dipanen dan ditanam lagi secara berkelanjutan, sehingga dapat memangkas emisi karbon pada sektor energi.

Pabrik Wood Chip PT. Mentari Biru Energi di Desa Air Duren, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pabrik Wood Chip PT. Mentari Biru Energi di Desa Air Duren, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Potensi biomassa di Indonesia sangat besar. Area hutan produksi yang sudah dialokasikan sebagai hutan tanaman energi (HTE) di Indonesia mencapai hampir 1,3 juta hektare. Kawasan HTE itu bisa menjadi modal awal yang cukup besar bagi Indonesia untuk secara masif menghasilkan energi biomassa.

Bahkan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) pada tahun 2022 yang lalu juga mengatakan bahwa usaha kehutanan siap mendukung penggunaan biomassa untuk bahan bakar listrik. APHI bersama Masyarakat  Energi Biomassa Indonesia (MEBI) dan Kadin Indonesia juga telah melakukan kajian dengan perhitungan-perhitungan teknis. Mereka bersama-sama sudah menghitungnya, membuat kalkulasi, dan memperoleh angka-angka yang luar biasa. Potensi manfaatnya yang didapat pun sangat dahsyat.

Menurut APHI, paling sedikit 34 perusahaan anggota  APHI sudah menyatakan minatnya untuk berinvestasi di bidang biomassa ini. Bahkan, beberapa di antaranya sudah memasukkannya dalam rencana bisnis mereka.

Perlu diketahui, Energi biomassa ialah bahan bakar yang dibuat dengan mengkonversi bahan-bahan organik seperti batang pohon, cabang, ranting, bahkan  limbah usaha pertanian/perkebunan, seperti jerami, batok kelapa pelepah sawit, dan sisa-sisa bahan dari areal  hutan tanaman industri (HTI) pemasok bahan industri kertas dan pulp.

Pabrik Wood Chip PT. Mentari Biru Energi di Desa Air Duren, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pabrik Wood Chip PT. Mentari Biru Energi di Desa Air Duren, Kecamatan Mendo Barat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Untuk menjadikannya bahan bakar yang siap pakai, biomassa harus diolah lebih dulu. Salah satunya dengan teknologi gasifikasi (gasifikasi fluidized bed), yaitu suatu proses pengubahan secara termokimia untuk menjadikanya gas atau gas cair untuk pembangkit listrik.

Namun, pemanfaatan limbah organis itu masih sangat terbatas. Selain teknologinya masih sangat mahal, ketersediannya pun terserak di banyak tempat, perlu upaya ekstra mengumpulkannya, dan mengakibatkan biaya logistik yang tinggi.

Bahkan dalam pandangan Wakil Ketua Kadin Pusat bidang Industri Bobby Gafur Umar, yang sekaligus menjabat sebagai Direktur Utama PT Maharaksa Biru Energi Tbk, pada saat itu mengatakan pilihan HTE dengan produksi wood chip dan pellet lebih menjanjikan.

Ia yakin potensi besar pada biomassa ini terutama dari HTE, akan bisa berperan besar dalam proses transisi energi di Indonesia..

Menurut Bobby, pemanfaatan biomassa sebagai sumber daya energi listrik, merupakan salah satu cara untuk meningkatkan rasio elektrifikasi, sekaligus mempercepat terwujudnya ketahanan energi nasional. Saat ini, HTE sudah mulai menggeliat.

Usaha Hutan Tanaman Energi mulai bergulir. Dari 1,3 juta ha lahan yang  tersedia untuk HTE, tutur Bobby, dan sampai 2024 realisasinya akan mencapai 67.000 ha. Dalam pandangan Kadin, areal HTE ini masih sangat mungkin diperluas guna menampung investasi, yang dalam waktu relatif dekat ini  potensinya bisa mencapai USD52,1 miliar.

Menurut Bobby hal Ini sangat luar biasa karena bisa menghasilkan listrik 32,6 GW (gigawatt)  dan mampu menyerap sedikitnya 12 juta orang tenaga kerja.

Untuk pengembangan lebih lanjut, HTE ini  bisa menghasilkan produk 60 juta ton wood chip dan pellet, atau material lainnya untuk pembangkit listrik biomassa, yang dapat diekspor ke berbagai negara. Nilainya per tahun dapat mencapai Rp90 triliun.

Bobby juga menyebut Indonesia berpotensi menjadi pusat energi biomassa dunia.

Sementara itu menurut Ketua Umum MEBI Djoko Winarno mengatakan energi biomassa yang tersedia di Indonesia cukup banyak, dan bisa dihasilkan dari beragam sumber, mulai dari kayu, limbah kebun kelapa sawit, padi, jagung, singkong, tebu, dan masih banyak lagi.

Ia mengatakan sumber-sumber tersebut nantinya bisa menghasilkan produk biomassa untuk menghasilkan listrik dalam bentuk pellet, wood chip, dan lain-lain.

Djoko juga memaparkan, pemanfaatan energi biomassa untuk kelistrikan bisa membawa keuntungan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Dalam kalkulasi MEBI, kayu lantorogung, sejenis petai cina, yang cepat tumbuh, bisa menjadi sumber wood chip yang bisa diandalkan. Dalam hitungannya, dibutuhkan  6.150 hektare hutan Lamtorogung untuk memenuhi kebutuhan wood chip, secara berkelanjutan, untuk Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm) 10 megawatt.

Untuk pengelolaan unit HTE seluas 5 hektar diperlukan tenaga kerja 1 KK,  dengan asumsi per KK terdiri  3 tenaga kerja. Dengan begitu, menurut Djoko, pengelolaan HTE Lamtorogung untuk PLTBm  ukuran 10 MW, akan menyerap 1.230 KK atau setara 3.690 orang. Belum lagi pembangkitnya paling sedikit pegawainya, termasuk supir truk segala macam, ada 50 orang per pembangkit.

Program co-firing itu akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan oleh PLN, untuk meraih target bauran energi 23 persen di  2025. Saat ini bauran energi PLN baru mencapai 11,5 persen, artinya baru 11,5 persen dari energi terbarukan. Selebihnya masih mengandalkan energi fosil batu bara serta minyak bumi. Ketersediaan wood chip dan pellet akan membantu PLN mencapai target bauran energinya.(*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *