BIOMASSA BIRU. COM, Bagi penyedia bahan baku biomassa untuk co-firing PLTU di Indonesia sekarang sudah tak perlu khawatir lagi, pasalnya Pemerintah telah mengeluarkan aturan yang mengatur harga patokan tertinggi pembelian biomassa dari pihak penyedia.
Produksi woodchip maupun wood pellet untuk PLTU di Indonesia sekarang sudah menjadi bisnis menggairahkan lantaran pemerintah melalui menteri ESDM telah mengesahkan Permen ESDM Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2023.
Beleid ini diteken oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 27 November 2023 dan diundangkan di Jakarta pada 30 September 2023.
Setidaknya, terdapat beberapa poin penting yang termuat di dalam Permen ini. Beberapa diantaranya seperti target pemanfaatan bahan bakar biomassa (B3m) dan harga patokan tertinggi B3m.
Dikutip dari laman cnbc, untuk pelaksanaan co-firing biomassa dilakukan secara bertahap sesuai target pemanfaatan B3m untuk co-firing biomassa nasional. Misalnya saja pada tahun 2023 realisasinya ditargetkan dapat mencapai 1,05 juta ton per tahun.
Lalu, pada 2024 menjadi 2,83 juta ton per tahun, 2025 menjadi 10,20 juta ton per tahun, 2026 menjadi 10,11 juta ton per tahun, 2027 turun menjadi 9,08 juta ton per tahun, 2028 menjadi 9,11 juta ton per tahun, 2029 menjadi 9,14 juta ton per tahun, dan di 2030 menjadi 8,91 juta ton per tahun.
Adapun di dalam pasal 18 diatur bahwa dalam penyedian B3m, pelaksana co–firing biomassa dapat melakukan pengadaan biomassa melalui pembelian B3m dari penyedia. Pembelian B3m dilaksanakan berdasarkan harga patokan tertinggi atau harga kesepakatan.
Harga patokan tertinggi ini berlaku untuk pembelian B3m oleh PT PLN selaku pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum terintegrasi dan pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk pembangkit tenaga listrik yang bekerja sama dengan PLN (Persero) atau independent power producer (IPP).
Sementara itu, harga patokan tertinggi tersebut ditetapkan sebagai batas atas dalam negosiasi pembelian B3m. Selain itu, pembelian B3m berdasarkan harga patokan tertinggi merupakan bagian dari beban bahan bakar dalam komponen biaya pokok penyediaan tenaga listrik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat 1 pada pasal 19 berbunyi harga patokan tertinggi dihitung dengan formula harga batu bara dikali nilai koefisien harga B3m (k) dikali faktor koreksi kalor (Fc). Sedangkan pada ayat 2, berisi harga patokan tertinggi merupakan harga B3m free on board (FOB).